sofian sauri SEKEDAR BERBAGI TENTANG APA YANG SAYA KETAHUI

Rabu, 11 Maret 2020

Cerpen I Penghujung Tahun



       Senja sore ini menambah keindahan dipuncak Gunung Andong, Gunung yang mempunyai ketinggian 1720 Mdpl terletak di wilayah kecamatan Gerabag Kabupaten Magelang mempunyai keeksotisan tersendiri, view panorama dikelilingi Gunung Sumbing, Merbabu, Merapi menjadikan setiap pendaki tidak ingin berkedip sebab akan melewatkan keindahan setiap detiknya.....

Lanjutkan membaca


 #cerpen #fiksi #fiksisiana #remaca #sastra

Selasa, 25 Februari 2020

Esai I Belok Kiri Jalan Terus



Sempat ramai di dunia maya mulai dari  meme hingga  status di sosial media mengenai kalimat aturan lalulintas “Belok Kiri Jalan Terus” yang dipasang pada tepi jalan persimpangan untuk tanda supaya para pengendara tidak berhenti di lampu lalulintas ketika lampu merah menyala, lagi-lagi oknum yang berluah mengangkat isu tersebut, seolah olah bahwa kata “kiri” langsung merujuk ke sebuah ideologi kiri, ideologi kiri menjadi sasaran yang empuk untuk dikambing hitamkan, sebab di Negara ini pernah terjadi peristiwa kelam, banjir darah dimana-mana, nyawa melayang begitu saja, semua saling tuding-menuding.

ini salah kalian! ini salah dia!
 ini salah mereka! ini salah ini itu!

Masyarakat sipil, aktivis, seniman, Tokoh Agama semua menjadi korban, tak pernah ada kejelasan siapa yang akan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, mereka yang dibalik layar kaca bungkam dan tutup mata seolah- olah negeri ini aman tentram penuh kedamaian seperti kerajaan-kerajaan sebelum mengalami arus balik yang diceritakan oleh sastrawan indonesia penulis roman tertralogi Buru Pramoedya Ananta Toer.

Belum lagi soal logo Bank Indonesia yang terdapat pada lembaran uang kertas disebut sebagai lambang partai komunis, yaitu palu dan sabit, semua dianggap sebagai implementasi dari aliran kiri, lagi-lagi mencari kambing hitam yang empuk, apakah dengan membesar-besarkan hal-hal semacam itu akan membuat persoalan yang ada dan dekat dengan masyarakat akan terselesaikan? Jelas Tidak.

Jika kita flashback pada masalalu pernah terjadi didunia seni, sebuah lagu yang berjudul Genjer-Genjer yang diciptakan oleh seniman asal Banyuwangi, Jawa Timur (Muhammad Aarief), penciptanya pun tak luput menjadi sasaran, nyawanya dihabisi gara-gara lagu itu dituding sebagai lagu komunis atau ideologi kiri, apakah dizaman modern seperti ini masih mau mengulang peristiwa kelam itu yang tidak pernah kita tahu siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, reduksilah kefanatikan dan tendensius dalam diri dengan melihat dari berbagai sudut pandang suatu hal atau peristiwa sebelum menyimpulkan sesuatu.

Konyol jika kita berpihak dengan satu sudut pandang saja, mengembar gemborkan suatu momok dalam diri, masih banyak persoalan di negara ini yang masih harus dituntaskan satu per satu, seperti masalah Pendidikan, Kenakalan remaja, Ekonomi Masyarakat menengah ke bawah, Literasi dan sebagainya ketimbang mempersoalkan aturan lalulintas dan sebagainya yang terdapat kata Kiri.

#esai #sosial

Oleh : Sofian Sauri
Ig      : @sofiansauriga


Kamis, 02 Januari 2020

Finlandia: Kenalkan literasi melalui puisi


Oleh : Sofian Sauri

Seminar "Ketrampilan Komunikasi dan Literasi pada Anak prasekolah dan Sekolah Dasar" yang diselenggarakan oleh Fakultas psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia pada tanggal 2 Januari 2020 bertepatan di Auditorium FPSB, mendatangkan narasumber dari Finlandia Hanna Jarvelin (Elementary Education Teacher & CEO HIhappening Ltd.) dan Marja Houessou (Early Education Teacher in Finland), mereka berdua adalah pelaku pendidik di Negara Finlandia, Finlandia memiliki sejarah pendidikan yang panjang, hampir apa yang menjadi problem masyarakat Finlandia yaitu kurangnya minat baca juga turut menjadi problem di Negara-Negara lain, namun Finlandia lebih sigap dalam memecahkan apa yang menjadi permasalahan di Negara tersebut. Dewasa ini kita mengenal sistem pendidikan Finlandia mendapatkan predikat yang baik, serta prestisius profesi mendidik memang lebih tinggi jika dibandingkan denga profesi lainnya di negara tersebut. Di Finlandia sendiri guru dituntut lebih kreatif pembelajaran tidak lagi terkungkung dengan aturan baku, mereka menyadari bahwa kemampuan setiap anak berbeda beda dari situlah para pendidik harus bisa mengambil sikap bagaimana menghadapi murid-muridnya, dan metode apa yang harus dipakai? setiap sekolahan mempunyai metode pengajaran yang berbeda-beda, bahkan setiap gurupun demikian, namun ada hal yang unik dalam proses pendidikan di anak-anak pra sekolah yaitu mereka memperkenalkan Puisi salah satunya puisi itu akan menjadi jembatan keledai bagi anak-anak mengenal literasi serta memantik imajinasi pada anak, selain puisi para guru di Finlandia juga mengenalkan musik, "buatlah anak segembira mungkin, jangan ajak anak prasekolah untuk berfikir"ujar Hanna. ''Jika kita mau mengembangkan dunia anak-anak berpikirlah tentang anak-anak, jangan berpikir tentang orang dewasa".tambah Marja.

kata kunci :#finlandia #puisi dan literasi




Minggu, 06 Oktober 2019

TUHAN , JANGAN PADAMKAN LENTERAKU


TUHAN , JANGAN PADAMKAN LENTERAKU


Aku rindu sinar hangat,
untuk melunakkan kedunguan yang mengeras.
Aku takut jika kau berjarak,
sebab kedunguan itu akan kembali mengeras.

Terang yang terpancar,
menuntun keluar dari lorong - lorong gelap.
Seraya jiwa ku tersenyum, jalanku tak lagi merangkak dan tertatih.
Kakiku kegirangan saat melangkah,

Tuhan, jangan padamkan lenteraku
Jiwaku gelap gulita tanpanya
Banyak cerita - cerita yang aku rindukan,
seperti cerita ikan mati hingga bunuh diri yang ikhlas.


Sofian Sauri
(Magelang, 2 Oktober 2019)


Menjaga akal dari kejumudan dan kebuntuan


(sumber gambar google.com)


Tanpa pikiran, kekuatan hanya besar saja
(Victor Hugo)

Akal menjadikan manusia itu mulia, Mahfudz Tejani mengatakan bahwa para ahli filsafat sepakat dengan "Al-insan hayawan natiq", Manusia adalah hewan yang berfikir, dari situ pasti kita sebagai manusia mampu menyimpulakan bahwasanya jika ada manusia yang berhenti atau menghentikan suatu aktifitas berfikirnya bisa dipastikan seseorang itu akan menjumpai masalah dalam dirinya, karena ia telah melawan apa yang menjadi hakikat dari hewan yang berfikir itu sendiri. Sesekali akan merasakan sebuah siksaan fikir,
‘’Bagaimana tidak’’ jika diibaratkan bahwa akal kita  seperti rambu – rambu lalulitas kemudian rambu rambu itu terhenti apakah yang akan terjadi? “tak lain pastilah kecelakaan lalu lintas”. Lalu apa yang harus dilakukan oleh seseorang supaya tidak masuk dalam kubangan kejumudan dan kebuntuan?
            Dalam diskusi rutin  Komisariat PMII Jogorekso yang dipantik oleh sahabat Pandu Dwi Handika bertepatan di kampus STAIA Syubbanul Wathon pada 02 Oktober 2019, ada hal – hal yang perlu di perhatikan dalam menjaga akal dari kejumudan dan kebuntuan.
Pertama membaca buku, sumber pengetahuan ini tidak mendadak muncul begitu saja di Zaman ini, melainkan sudah ada di masa – masa sebelumnya. Dengan membaca akal akan melakukan aktifitas berfikir, untuk menyimpulkan isi dalam bacaan tersebut.
Kedua melakukan dikusi, diskusi disini tidak harus serta merta formil, namun lebih menekankan aktifitasnya darisitulah aktifitas – aktifitas diskusi itu yang akan memnggerakkan akal kita untuk berfikir.
Ketiga review buku, mereview sebuah buku yang pernah kit abaca ternyata mampu untuk melatih ingatan kita, dalam mereview itu kita akan mengingat kembali kosakata – kosakata baru yang kita temukan dalam sebuah bacaan atau buku.
Keempat peka sosial,  pekasosial yang dimaksud disini kita hidup dalam lingkungan akademik, kepekaan social yang harus ditekankan adalah bagaimana kita mampu memposisikan diri kita sebagai mahasiswa  dalam menyandang agent of change apakah kita sebagai makhluk intelektual hanya akan, memandulkan begitu saja keintelektualan itu.
Masih ada banyak cara untuk menjaga akal kita dari kejumudan dan kebuntuan,yang saya paparkan dalam tulisan ini hanya segelintir saja untuk itu yang terpenting adalah istikomah dalam berdialektika, Sekian semoga bermanfaat.
Ilmu dan bakti kuberikan

#Salampergerakan

Oleh : Sofian Sauri (Wakil Ketua III PMII PK Jogorekso)
03 September 2019


Selasa, 17 September 2019

Lawan mafia Buku

Seruan solidaritas

Teman-teman pegiat literasi di seluruh Indonesia...

Seandainya Anda belum tahu, saya ingin meringkas kabar literasi ini, dan tolong disebarkan ke teman-teman pegiat literasi di seluruh Indonesia.

Sudah dua bulan ini, beberapa  pegiat literasi di Yogya getol melawan pembajakan. Mereka melaporkan pembajakan ke kepolisian. Tentu kita tahu, pembajakan merugikan dunia literasi dalam logika yang sangat sederhana.

Salah satu jangkar literasi adalah penerbitan berikut stakeholders-nya. Pembajakan buku merugikan penerbit sebab mereka tidak perlu membayar royalti, membayar pekerja (desainer sampul, penyunting, penerjemah, pemeriksa aksara, penata letak, dll).

Beberapa bilang bahwa pembajakan itu wujud demokratisasi wacana dan literasi di Indonesia. Tapi logika itu mudah dibantah. Dan mungkin tidak banyak yang tahu bahwa pembajakan hanya bisa dilakukan secara massif oleh mafia dan orang yang punya banyak uang. Di negeri ini sebagaimana di banyak negeri lain, orang yang punya uang cenderung menggenggam kekuasaan sekalipun bertindak (baca: berbisnis curang).

Di Yogya, para pegiat literasi ini mengalami teror dari mafia pembajak buku. Teror secara fisik maupun psikologis. Tapi mereka melawan. Mereka mencoba mengatasi rasa takut sebab harus ada yang bergerak untuk menuntaskan masalah pembajakan buku ini langsung di ujung produksinya, yang mana dikuasai oleh para pelaku kaya dan punya banyak uang.

Kalau pembajakan tidak dihentikan, penerbit-penerbit menengah dan kecil dijamin bakal mudah gulung tikar. Kalau mereka gulung tikar, berarti akan berimbas pada insan literasi lain, dan sekian banyak penulis tak terfasilitasi. Produksi buku menjadi sangat sedikit dan makin tak variatif. Imbasnya berlanjut ke toko buku fisik maupun maya.

Harus ada yang mencoba menghentikan apapun risikonya. Kini hal itu sudah ditempuh oleh 12 penerbit dari Yogya. Pihak kepolisian sudah menerima delik aduannya. Proses sudah dimulai.

Memang pembajakan buku bukan hanya terjadi di Yogya. Mesin-mesin cetak besar pembajakan buku ada di banyak kota di Indonesia: Jakarta, Malang, Surabaya, Semarang, Solo, dll.

Yogya mungkin mengawali dengan harapan ini akan menjadi gerakan nasional. Lalu apa yang bisa kita lakukan?

1. Berserikat. Bikin paguyuban atau apapun di kotamu. Lapor ke polisi jika menemukan ada indikasi mesin pembajakan dan penjualan buku bajakan.

2. Putus mata rantai distribusi buku bajakan. Laporkan rame-rame toko-toko onlen yang menjual buku bajakan baik di market place maupun yang berjualan lewat media sosial.

3. Kampanyekan gerakan antipembajakan kepada kawan-kawan kita, keluarga kita, kolega kita, kepada generasi penerus. Ajak mereka untuk membiasakan membeli dan membaca buku asli non-bajakan. Bangun kesadaran bersama bahwa industri buku di Indonesia sangat strategis bagi perkembangan dunia literasi di Indonesia.

Tidak semua poin di atas bisa kita kerjakan semua. Tapi rasanya, poin kedua dan ketiga bisa kita kerjakan.

Para pembajak buku di Yogya sudah mulai mengurangi jumkah buku bajakan. Sebagian dari mereka minta ada ‘musyawarah’. Mereka berjanji tidak akan mengulangi perbuatan mereka, tentu dengan permintaan bahwa surat di kepolisian dicabut.

Kawan-kawan pejuang antipembajakan di Yogya sedang memikirkan hal ini apakah solusi yang baik atau tidak. Tapi apapun itu, sudah mulai ada dampak positifnya. Hanya, jika di Yogya mulai terjadi perbaikan, apakah di kota lain juga?

Dukungan kita semua diperlukan. Semoga senantiasa kita ingat, di balik sebuah buku yang kita baca, ada penulis yang bekerja keras memeras kreativitas mereka, ada sekian pekerja lain yang melakukan hal serupa, dan ada pihak penerbit yang ‘mempertaruhkan’ uang mereka. Banyak yang bangkrut. Tapi banyak juga yang bertahan dalam kesulitan.

Langkah kecil para pegiat buku Yogya ini semoga menjadi tonggak bagi tersingkirnya praktek gelap pembajakan buku di Indonesia. Itu semua tak akan bergerak ke mana-mana, tanpa andil Anda.

Dukung dan sebarkan!

17 September 2019

Syarikat Buku Yogya

@gentong_aksara

Rabu, 19 September 2018

MEMBAKAR BUKU ADALAH SEBUAH KEJAHATAN

Apa yang sebenarnya ada dibenak pemimpin dimasa ORBA,mereka bukan saja merampas nyawa para orang-orang yang jauh dari kata salah,namun rakyat kesulitan sperti halnya mencari jarum di tumpukan jerami untuk mencari dimana letak keberadaan keadilan pada masa itu.ketidak adilan itu setiap hari menghantui negeri ini,korbannya pun mereka pukul rata dari beberap rakyat,tokoh agama,aktivis ditahan tanpa diadili,kejahatan yang lain ada juga dimasa itu seperti Pembakaran buku dilakukan dimana-mana,betapa terkekangnya khususnya aktivis dan umumnya rakyat pada masa itu karena perampasan hak asasi ,lebih parahnya lagi ketika rakyat tidak boleh mengutarakan aspirasinya dengan lepas terhadap pemerintah,apakah seperti ini yang disebut kepemerintahan?

Apakah kita akan membiarkan hal itu terulang lagi? beteapa bodohnya tindakan itu,bangsa yang besar namun membiarkan pelenyapan sumber pengetahuan,coba kita renungkan sejenak bahwa manusia itu terlahir dalam keadaan bodoh,dan buta ilmu pengetahuan maka dari itu diperlukan sebuah proses belajar,mengenali sebuah lingkungan,belajar merangka,dan kemudian berjalan itu semua serangkaian dalam mendapatkan sebuah pengetahuan.

kemudian saat kita memasuki umur 2-3 tahun,kita diajari oleh orang tua kita,membaca berhitung dan lain sebagainya.Setelah memasuki Sekolah Dasar berlahan sudah mulai berlatih belajar mandiri,dan yang dibutuhkan adalah sumber pengetahuan itu sendiri,baik melaui diskusi dengan teman,menyerap sebuah informasi dari sebuah media,dan yang paling penting adalah kita membutuhkan sebuah buku bacaan.

Namun masih ada saja orang-orang yang melakukan kebodohan dengan membakar buku dari zaman ke zaman,bahkan pada abad yang sudah modern seperti sekarang ini masih saja ada dan mereka tidak tanggung-tanggung dalam melakukan tindakan bodohnya itu,seperti beberapa peristiwa kejahatan pembakaran buku yang terjadi dinegara lain.

Lebanon 4 januari 2014
Perpustakaan saeh,tripoli
hampir seluruh 80 ribu buku dibakar karena
ditemukan selebaran yang menghina Islam.

Arsip nasional Bosnia dan Herzegovina,Sarajevo,
Bosnia dan Herzegovina, 7 Februari 2014
Tersangka teroris,Salem Hatibovic & Nihad Trnka,
menghanguskan hampir seluruh dokumen perpustakaan
tersebeut.

Perpustakaan-perpustakaan Mosul,Irak,
2014 - sekarang
Militan ISIS membakar ratusan dokumen langka
dan 8.000 buku di perpustakaan Mosul.

Dengan adanya peristiwa pembakaran sumber pengetahuan semacam itu apakah kita akan membiarkan begitu saja.Bukankah buku adalah sumber pengetahuan bagi manusia?
mari tanamkan dikeluarga kita tercinta budaya membaca dan menjaga isi buku dan katakan BACALAH bukan BAKARLAH!(meminjam istilahnya alm.Pram)

Daftar Pustaka:

Toer,pramoedya ananta,1995.Nyanyi sunyi seorang Bisu.Jakarta:Lentera

website
https://tirto.id/pelajaran-membenci-buku-dari-kisah-umar-bin-khattab-ch9h

Powered By Blogger
sofiansauriga. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers