sofian sauri SEKEDAR BERBAGI TENTANG APA YANG SAYA KETAHUI

Selasa, 25 Februari 2020

Esai I Belok Kiri Jalan Terus



Sempat ramai di dunia maya mulai dari  meme hingga  status di sosial media mengenai kalimat aturan lalulintas “Belok Kiri Jalan Terus” yang dipasang pada tepi jalan persimpangan untuk tanda supaya para pengendara tidak berhenti di lampu lalulintas ketika lampu merah menyala, lagi-lagi oknum yang berluah mengangkat isu tersebut, seolah olah bahwa kata “kiri” langsung merujuk ke sebuah ideologi kiri, ideologi kiri menjadi sasaran yang empuk untuk dikambing hitamkan, sebab di Negara ini pernah terjadi peristiwa kelam, banjir darah dimana-mana, nyawa melayang begitu saja, semua saling tuding-menuding.

ini salah kalian! ini salah dia!
 ini salah mereka! ini salah ini itu!

Masyarakat sipil, aktivis, seniman, Tokoh Agama semua menjadi korban, tak pernah ada kejelasan siapa yang akan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, mereka yang dibalik layar kaca bungkam dan tutup mata seolah- olah negeri ini aman tentram penuh kedamaian seperti kerajaan-kerajaan sebelum mengalami arus balik yang diceritakan oleh sastrawan indonesia penulis roman tertralogi Buru Pramoedya Ananta Toer.

Belum lagi soal logo Bank Indonesia yang terdapat pada lembaran uang kertas disebut sebagai lambang partai komunis, yaitu palu dan sabit, semua dianggap sebagai implementasi dari aliran kiri, lagi-lagi mencari kambing hitam yang empuk, apakah dengan membesar-besarkan hal-hal semacam itu akan membuat persoalan yang ada dan dekat dengan masyarakat akan terselesaikan? Jelas Tidak.

Jika kita flashback pada masalalu pernah terjadi didunia seni, sebuah lagu yang berjudul Genjer-Genjer yang diciptakan oleh seniman asal Banyuwangi, Jawa Timur (Muhammad Aarief), penciptanya pun tak luput menjadi sasaran, nyawanya dihabisi gara-gara lagu itu dituding sebagai lagu komunis atau ideologi kiri, apakah dizaman modern seperti ini masih mau mengulang peristiwa kelam itu yang tidak pernah kita tahu siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, reduksilah kefanatikan dan tendensius dalam diri dengan melihat dari berbagai sudut pandang suatu hal atau peristiwa sebelum menyimpulkan sesuatu.

Konyol jika kita berpihak dengan satu sudut pandang saja, mengembar gemborkan suatu momok dalam diri, masih banyak persoalan di negara ini yang masih harus dituntaskan satu per satu, seperti masalah Pendidikan, Kenakalan remaja, Ekonomi Masyarakat menengah ke bawah, Literasi dan sebagainya ketimbang mempersoalkan aturan lalulintas dan sebagainya yang terdapat kata Kiri.

#esai #sosial

Oleh : Sofian Sauri
Ig      : @sofiansauriga


Powered By Blogger
sofiansauriga. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers